Sebelum kita melangkah ke jalur
sinopsis, terlebih dahulu kita mengetahui para pemain/pemeran Film Negeri 5
Menara, yaitu sebagai berikut :
- Gazza Zubizzaretha sebagai Alif (pemeran utama)
- Ernest Samudera sebagai Said
- Billy Sandi sebagai Baso
- Rizki Ramdani sebagai Atang
- Aris Adnanda Putra sebagai Dulmadjid
- Jiofani Lubis sebagai Raja.
- Ikang Fauzi sebagai Kiai Rai
Selain itu Film Negeri 5 Menara
diperankan pula oleh Doni Alamsyah, Andhika Pratama, David Chalik, Inez Tagor,
Mario Irwinsyah hingga pendatang baru seperti Eriska Rein dan Merayni Fauziah
yang ikut berperan dan menjadi pemeran dalam film ini. Pemeran dan Pemain utama
dalam Film Negeri 5 Menara ini yang bernama Sahibul Menara (enam sahabat karib
dalam novel Negeri 5 Menara) dibintangi 6 pemain baru yang merupakan hasil
casting dan open casting selama 3 bulan di Jakarta dan kota lain seperti Depok,
Padang, Medan, Bandung, Surabaya dan Makassar.
Cerita Film Negeri 5 Menara ini bermula
dari seseorang bernama Alif. Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia
selalu bermimpi, bahwa dirinya bisa menguasai bahasa Arab dan Inggris, kemudian
dia ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau
sampai ke Amerika.
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan
tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah
berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur
dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba saja dia harus
naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju
sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau
Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya:
belajar di pondok.
Di kelas hari pertamanya di Pondok
Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada.
Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dia terheran-heran mendengar
komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris,
merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat
pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.
Dipersatukan oleh hukuman jewer
berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya,
Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara
masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap
awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu
menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda
ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah
remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Masih dari Sinopsis Film Negeri 5 Menara,
Alif masih bermimpi bahwa dirinya bisa menguasai bahasa Arab dan Inggris,
kemudian dia ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu
merantau sampai ke Amerika. Maka dari itu selesai dari Pondok, dengan semangat
besar dan menggelegar dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah.
Namun sahabat karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia
sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya yaitu ijazah SMA. Bagaimana
mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah?
Terinspirasi semangat tim dinamit negara
Denmark, dia mencoba mendobrak rintangan berat. Baru saja dia bisa tersenyum,
badai masalah menggempurnya silih berganti tanpa ampun. Alif letih dan mulai
bertanya-tanya: “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan
hidup ini?” Hampir saja dia menyerah.
Rupanya “mantra” man jadda wajada
saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat “mantra” kedua
yang diajarkan di Pondok Madani: man shabara zhafira. Siapa yang
bersabar akan beruntung. Berbekal kedua mantra itu dia songsong badai hidup
satu persatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar