Terima Kasih Atas Kunjungannya

Kamis, 14 Juni 2012

Jangan tanyakan

adhyel jangan tanyakan
Jangan tanyakan
Mengapa Tuhan
Tidak mencurahkan kasih
Bila kita masih egois
Tak rela membagi hati
Bagi yang lapar sapa

Jangan tanyankan
Mengapa Tuhan
Tidak mengulurkan tangan
Bila kita masih dingin
Tak pernah tunduk-taat
Bersandar penuh iman

Jangan tanyankan
Mengapa Tuhan
Tidak memberi jawaban doa
Bila kita masih meminta dengan tamak
Tak sadar untuk membuka diri
Menjadi jawaban doa bagi sesama

Jangan tanyankan
Mengapa Tuhan
Tidak melimpahkan berkat
Bila kita masih pelit
Tak sudi mengulurkan tangan
Bagi yang membutuhkan

Jangan tanyankan
Mengapa Tuhan
Tidak hadir nyata dalam hidup keseharian
Bila kita masih memilih-milih sikap
Tak selalu mengikutsertakan-Nya
Dalam menjalani hari


© Ang Tek Khun
Dikutip dari buku “ The Path of Love “
( Kairos Books, 2005 )

Belajar Mencintai atau Learn To Love

adhyel belajar mencintai atau learn to love
Dalam buku The Art of Loving, atau Seni Mencinta, Erich Fromm menulis bahwa para manusia modern sesungguhnya adalah orang-orang yang menderita. Penderitaan tersebut diakibatkan karena kehausan mereka untuk dicintai oleh orang lain. Mereka berusaha keras melakukan apa saja agar dapat dicintai. Anak-anak muda akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan bebas karena mereka ingin dicintai dan diterima oleh kawan-kawan sebayanya. Para istri berjuang untuk menguruskan tubuh mereka agar dicintai oleh para suami mereka. Para politisi tidak segan-segan berdusta dan menipu orang agar dicintai oleh para pemilih dan pengikut mereka.
Yang dilakukan oleh manusia modern adalah upaya untuk dicintai, bukannya upaya untuk mencintai. Dalam dunia modern, kita menemukan bahwa semakin keras manusia berusaha untuk dicintai, semakin sering pula mereka gagal dan dikecewakan. Adalah sangat sulit untuk memperoleh kecintaan seluruh manusia. Kecintaan semacam ini adalah tujuan yang takkan pernah bisa dicapai karena selalu saja ada orang yang membenci orang yang lain. Manusia selalu dikelilingi oleh dua jenis orang; yang mencintai dan yang membenci dirinya.
Oleh sebab itu, manusia modern mengalami gangguan psikologis karena kegagalan untuk dicintai. Buku The Art of Loving mengisahkan para istri yang akhirnya harus mengisi malam-malam mereka dengan tangisan dan penderitaan karena tak kunjung memperoleh cinta suami mereka. Pada satu bagian dalam buku itu, Fromm menulis: "Mungkin sudah waktunya kita beritahu mereka untuk belajar mencintai."
Di dalam buku lain yang berjudul The Mismeasures of Women, atau Kesalah-ukuran Perempuan. Buku ini bercerita bahwa sepanjang sejarah, kecantikan wanita itu diukur bukan oleh wanita itu sendiri, melainkan oleh kaum lelaki. Pernah pada satu masa, yang disebut sebagai wanita jelita adalah perempuan yang bertubuh gemuk. Lukisan-lukisan di zaman Renaissans menggambarkan wanita-wanita telanjang dengan berbagai gumpalan lemak di tubuh mereka. Pada zaman itu, perempuan berusaha menggemukkan tubuhnya dengan obat-obatan, yang terkadang amat berbahaya, agar dianggap rupawan dan dicintai lawan jenisnya. Lalu datanglah satu masa ketika seorang perempuan disebut cantik bila tubuhnya kurus kering. Dunia kecantikan internasional pernah mengenal seorang model ternama yang disebut dengan Miss Twiggy, Nona Ranting. Perempuan cantik adalah mereka yang bertubuh seperti ranting kayu, tinggi dan langsing. Seluruh perempuan di dunia kemudian berlomba-lomba menguruskan tubuhnya dengan menahan nafsu makan dan melaparkan diri. Mereka melakukan puasa yang khusus dijalankan untuk memperoleh kecintaan lelaki; mereka menyebutnya diet.
Jika target kita dalam hidup ialah untuk memperoleh kecintaan sesama manusia, kita akan selalu menemui kekecewaan. Hal ini disebabkan karena kecintaan makhluk itu bersifat sangat sementara atau temporer. Dalam Manthiq Al-Thayr, atau Musyawarah Para Burung, Fariduddin Attar berkisah tentang kelompok para burung yang tengah mencari imam mereka. Burung-burung itu memilih Hudhud sebagai pemimpin karena ia dianggap burung yang paling kaya akan pengalaman. Hudhudlah yang menjadi penyampai pesan dari Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis dan Hudhud pulalah yang menjadi utusan Nabi Nuh untuk mencari sebidang daratan kering ketika sebagian dunia yang lain dilanda air bah.
Meskipun seluruh burung meminta Hudhud menjadi pemimpin mereka, Hudhud tetap berkeberatan. Ia malah berkata, "Sesungguhnya pemimpin kalian berada di Bukit Kaf, namanya Simurgh. Ke sanalah kalian pergi menuju." Hudhud lalu menggambarkan keindahan Simurgh sedemikian rupa sehingga para burung yang lain jatuh cinta.
Para burung pun memohon agar Hudhud mau mengantarkan mereka ke hadapan Simurgh. Namun sebelum mengajak mereka ikut serta, Hudhud terlebih dahulu menceritakan beratnya perjalanan yang harus ditempuh untuk menuju Simurgh. Setelah mendengar betapa sukarnya jalan yang akan dilalui, sebagian besar burung mengurungkan niatnya. Burung Bulbul mengajukan keberatannya, "Aku mencintai Simurgh dan ingin menjumpainya, namun sekarang ini cintaku telah terpatri kepada setangkai bunga mawar. Jika kupikirkan tentang kelopak mawar yang merekah, kurasa aku tak perlu lagi berpikir akan Simurgh. Cukuplah bagiku keindahan mawar itu. Kuyakin sepenuhnya mawar itu akan selalu megembangkan putik-putik sarinya karena kecintaannya jua kepadaku. Aku tak bisa hidup bila harus meninggalkannya. Aku tak mau hidup bila tak dapat lagi memandang rekahan mawar itu."
Lalu Hudhud berkata, "Ketahuilah, kecintaan kamu terhadap mawar itu adalah kecintaan yang palsu. Janganlah engkau terpesona akan keindahan lahiriah. Mawar hanya merekah di musim semi. Begitu tiba musim gugur, mawar akan menggugurkan kelopaknya. Ia akan menertawakan cintamu...."
Melalui kisah ini, Fariduddin Attar mengajarkan bahwa sesungguhnya kecintaan makhluk itu adalah sementara. Seseorang  yang berusaha keras untuk meraih cinta kekasihnya, akhirnya akan menemukan bahwa cinta kekasihnya itu datang dan pergi. Kekasuhnya tak mencintai ia untuk sepanjang masa. Ada masa ketika cintanya berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Demikian pula sebaliknya. Kecintaan manusia takkan pernah ada yang abadi.
Menurut Erich Fromm, para mubaligh pun adalah manusia-manusia modern yang tertipu. Mereka berusaha keras mencari kecintaan dari sesama manusia. Boleh jadi, mereka berhasil mendapatkan cinta tersebut. Tetapi keberhasilan itu hanyalah sementara. Dalam khazanah tabligh Indonesia, selalu ada mubaligh populer yang muncul ke permukaan dan memperoleh cinta dari jutaan umat. Namun sedikit demi sedikit, ia akan tenggelam dan ditinggalkan oleh umatnya. Kita tak akan pernah bisa dicintai secara terus menerus oleh sesama manusia.
Demikian pula halnya dengan para artis; mereka berusaha untuk mendapatkan cinta fans mereka. Mereka mengatur tingkah laku dan penampilan agar sesuai dengan selera pasar. Tetapi pada akhirnya, mereka pun akan mendapatkan kekecewaan yang mendalam ketika para fans beralih untuk mencintai artis lain yang lebih muda dan lebih cantik. Penderitaan manusia modern diakibatkan oleh keinginan untuk dicintai sesama manusia. Akibatnya, kita akan dirundung oleh kekecewaan demi kekecewaan.
Sebagaimana dikatakan oleh Erick Fromm, yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan penyakit itu adalah dengan belajar mencintai. Kebahagiaan hidup kita tergantung kepada apa yang kita cintai. Kebahagiaan tak dapat diperoleh dengan dicintai. Akan tetapi di dalam wacana pengetahuan modern, kita menemukan sedikit sekali ada literatur yang berisi pelajaran untuk mencintai. Buku-buku mutakhir mengajarkan kita akan kiat-kiat untuk dicintai. Datanglah ke sebuah toko buku, Anda akan menemukan banyak sekali buku yang ditulis yang berisi tentang kiat-kiat agar dicintai oleh lawan jenis, atasan, atau rekan-rekan di tempat kerja.
Selama ini kita diajari bahwa proses mencintai itu bukanlah proses pembelajaran, melainkan proses "kecelakaan". Kita mengenal istilah "jatuh cinta" atau fall in love, bukannya "belajar mencinta" atau learn to love. Disebut "jatuh" karena kita menganggap mencintai sebagai suatu kecelakaan yang tidak direncanakan sebelumnya.

Rabu, 13 Juni 2012

Kisah Pohon Apel

adhyel kisah pohon apel
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.
Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya." Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu. "Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

Followers

Powered By Blogger

Statistik Pengunjung